Refleksi Impact Talk | The Nightcrawlers dengan Leah Borromeo: Memulai impact campaign untuk Dokumenter

Untuk pertama kalinya, kami mengadakan sesi Impact Talks pada Kamis, 11 November 2021 lalu. Diskusi berfokus pada The Nightcrawlers (2019), cerita yang mengungkap dengan gamblang perang mematikan Filipina terhadap narkoba. Bersama dengan kami, Leah Borromeo, jurnalis paruh waktu, filmmaker, dan impact producer, serta Raffy Lerma dan Vincent Go, dua jurnalis foto yang juga protagonis di film ini. Mereka merefleksikan pengalaman mereka melakukan (impact) campaign untuk film ini.

The Nightcrawlers, arahan sutradara Alexander A. Mora mengikuti perjalanan sekelompok fotojurnalis atau “nightcrawlers”, yang mengungkap perang mematikan Filipina terhadap epidemi narkoba di negara itu. Beberapa sumber menyebutkan, perang tersebut telah menelan 27,000 jiwa. Lewat wawancara bersama anggota death squad yang terlibat dalam pembunuhan ilegal terhadap tersangka pelaku kriminal dan penyalahgunaan narkoba, penonton diajak menyusuri kembali jalanan Manila di tahun 2016, ketika perang narkoba ini sedang dalam puncaknya. 

Raffy Lerma menyatakan bahwa pada awalnya tim film tidak punya niat untuk melakukan produksi secara besar atau distribusi impact. Semua dimulai hanya untuk berbagi cerita kepada masyarakat sekitar.

“Saat itu, kami hanya ingin cerita ini dibagikan, didengar, dan dilihat, walaupun hanya di komunitas kecil di sekitar kami,” kata Raffy.

Ketika Leah Borromeo mengetahui The Nightcrawlers menyoroti ketidakadilan di negara asalnya, ia merasa terpanggil untuk bergabung dengan tim film sebagai impact producer.

“Saya peduli dengan Filipina. Itulah kenapa ketika film ini mencapai tahap editing, saya bergabung (dengan tim) sebagai impact producer. Saya ingin membantu proses distribusi impact untuk film ini, termasuk membangun percakapan dengan isu ini di kalangan diaspora Filipina dan komunitas akar rumput,” 

Simak poin penting lainnya dari Impact Talk di bawah ini.

Identifikasi kerangka campaign 

Distribusi impact merupakan proses yang kompleks. Leah menggarisbawahi pentingnya kerangka perencanaan impact yang jelas. Poin krusial yang perlu dipertimbangkan secara matang adalah tujuan, action point, dan metodologi.

Objektif atau tujuan impact campaign harus jelas. Hal ini dapat dimulai dari alasan personal mengenai apa yang ingin dilakukan oleh filmmakers dan apa yang ingin dicapai dengan filmnya. Perlu juga dijelaskan bagaimana filmmakers merencanakan filmnya untuk dapat berdampak bagi orang-orang yang ada di dalam film dan masyarakat yang terdampak dari isu yang diangkat di dalam film.

“Film ini (The Nightcrawlers) dapat ditonton oleh masyarakat internasional. Seluruh dunia mengetahui kejahatan ini. Cerita ini sudah beredar di masyarakat, jadi kami sebenarnya telah mencapai tujuan utama kami. Tapi setelah itu, kami bertanya-tanya, siapa yang sebenarnya sangat membutuhkan cerita ini? Jawabannya, masyarakat lokal, masyarakat Filipina. Beberapa dari mereka mendukung perang ini. Kami ingin cerita ini dapat berdampak bagi mereka, mengubah pemikiran dan perilaku mereka untuk tidak mendukung pemimpin yang menggunakan kekerasan di kemudian hari. Itu adalah tujuan utama kami saat ini,” imbuh Raffy.

Aspek-aspek lain yang perlu dipertimbangkan adalah mitra potensial dan target audiens. Mitra potensial merujuk pada pihak yang mempunyai sumber daya (kekuatan) paling besar untuk mengangkat isu-isu tertentu, dan di The Nightcrawlers kasus The Nightcrawlers, pihak yang dimaksud adalah orang-orang yang bekerja di ranah hak asasi manusia atau hukum. 

“Bisakah mitra potensial membantu Anda menciptakan dampak? Bisakah mereka mendorong orang lain untuk membuat perubahan sosial? Setidaknya, Anda perlu menargetkan komunitas lokal dan nasional. Tentu lebih baik jika Anda bisa menargetkan mitra internasional (jika dibutuhkan),” ungkap Leah.

Perlu juga menarget orang-orang yang berpengaruh di sekitar Anda, seperti key opinion leaders atau changemakers yang mengajak masyarakat untuk melakukan dan mendukung campaign. Pendekatannya bisa berupa top-down atau bottom-up. 

“Sangatlah penting untuk menjalin koneksi dengan organisasi seperti Amnesty International, contohnya, atau bisa juga The Committee to Protect Journalists,” katanya.

Khusus untuk film ini, malah mendekati komunitas lokal lebih efektif sebelum ke audiens yang lebih besar, termasuk yang paling butuh diubah pemikirannya.

“Diskusinya bahkan diikuti oleh orang yang pro-Duterte. Jadi makin menarik,” imbuh Leah. 

Dari audiens kecil ke besar, akhir jadi seperti efek bola salju (snowball effect).

“Saya merasa masyarakat internasional jadi ikut menyorot yang terjadi di sini. Ini termasuk Mahkamah Pidana Internasional (ICC), yang ingin menginvestigasi pembunuhan yang terjadi. Ini adalah dampak terbesar dari dokumenter ini,” kata Vincent Go.

Komunikasi Terbuka dan Menjaga Energi

Kerja impact tidak hanya ada di pundak 1 orang saja. Ada berbagai orang yang terlibat dalam kolaborasi, termasuk protagonis dan komunitas dalam film. Junjung transparansi dan komunikasi terbuka supaya semua orang, termasuk tim, ada dalam satu pemahaman.

Film ini sendiri dimulai sederhana. Pembuat film ingin mengikuti jurnalis foto dan mengambil semua momen yang terjadi. Raffy mengakui bahwa mereka tidak menyangka filmnya akan sebesar ini. 

“Kami tidak tahu menahu soal National Geographic di awal, apalagi adanya rencana impact,” katanya. 

Leah menambahkan, selain misi yang tinggi, energi juga perlu dijaga terus menerus. Apalagi, tenaga yang diperlukan tidak sedikit ke depannya. 

“Dari awal, harus diutarakan bahwa kami ingin kontribusi dari Anda semampu dan sebisanya bila Anda berkenan. Perkaranya, terutama di kawasan Selatan (Global South), filmnya saja belum tentu jadi karena kurang pendanaan, apalagi impact-nya. Lantas, tidak jarang satu orang bisa memegang banyak pekerjaan yang belum pernah ia tahu caranya. Ini berlaku dari mengurus media hingga membuat pemutaran,” sebut Leah.

Selain itu, ada kemungkinan banyak kerja yang berulang dan menjemukan, padahal tujuan masih jauh dari genggaman. Lantas, rehat juga krusial untuk direncanakan bagi tim dan semua yang terlibat, termasuk protagonis.

“Saya sendiri sudah sering menjadi narasumber dalam diskusi atau seminar sebelum film jadi. Namun, tetap saja efeknya terasa. Kami kira istirahat dibutuhkan. Sekarang, berdiskusi seperti ini makin lama seperti terapi bahkan,” sebut Raffy. 

Dari diskusi ini, kami menyarankan kawan-kawan untuk memberi jeda dari satu fase ke fase berikutnya. Selain untuk rehat, juga untuk evaluasi dan meninjau kembali hal-hal yang bisa dikembangkan, dihentikan, atau diubah ke depannya.Distribusi impact itu kan seperti lari marathon. Betul?

BACA JUGA

dbtsi19

Perjalanan Panjang In-Docs

Retelling In-Docs’ story is like having a reflection back to the story of Indonesia’s democracy itself. The journey is parallel and cannot be separated from…
dbtsi19

Refleksi In-Docs Atas Film Dokumenter

Menceritakan kembali perjalanan In-Docs seolah melihat refleksi ke kisah demokrasi Indonesia itu sendiri. Perjalanan yang paralel tersebut tidak bisa dipisahkan satu sama lain.  Bagaimana Cerita…