Impact Screening Karsih: Lansia Perempuan dan Isu Kerentanan

Impact Screening merupakan wadah pemutaran dan diskusi topik yang berkaitan dengan enam dokumenter keluaran lokakarya Indonesia Distanced Stories.

Kami berkesempatan mengadakan Impact Screening (Pemutaran Berdampak) dari Karsih (2021) bersama dengan Tanoker Ledokombo bertepatan dengan Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan Internasional pada pada 25 November 2021 lalu. Pemutaran dan diskusi diselenggarakan secara hybrid di Kecamatan Kalisat dan Ledokombo, Jember.

Bersama kami, salah satu sutradara Karsih Helga Theresia, pendiri Tanoker Ledokombo Farha Ciciek, dan peserta dari Yayasan Gerontologi Abiyoso dan Sudut Kalisat.

Gap Keluarga 

Lansia merupakan salah satu kelompok yang rentan terhadap kekerasan, khususnya lansia perempuan. Kekerasan fisik yang dimaksud tidak hanya mencakup kekerasan fisik, tetapi juga pengabaian, pengucilan, dan eksploitasi finansial.

Karsih, garapan Helga Theresia dan Fajrian, mengikuti keseharian Bu Karsih yang mencari ketenangan di tengah kesibukannya bekerja untuk menghidupi keluarga besar di usia senjanya. Helga Theresia mengatakan bahwa film ini ingin memotret realitas kehidupan lansia yang sering luput dari perhatian keluarga. 

“Bu Karsih sebagai pengurus seluruh anggota keluarga sekaligus pekerja juga perlu waktu untuk menenangkan diri. Ini sebagai pengingat bahwa lansia juga punya kebutuhan sendiri,” ujar Helga.

Cahaya Novalinda, perwakilan dari Sudut Kalisat mengatakan bahwa Karsih emperjelas gap antara lansia dengan keluarga karena tidak mengerti keinginan satu sama lain. Senada dengan Cahaya, menurut Yayuk, salah satu peserta, komunikasi adalah hal yang penting untuk menjembatani gap orang tua dan anak. Ia pun merefleksikan pengalamannya mengurus kedua orang tua.

“Kalau kita ajak orang tua ngobrol, kita jadi tahu perasaan dan pemikiran mereka. Jadi, semua bisa saling mengerti,” katanya.

Ruang Gerak bagi Lansia

IMenurut lmam Soebagio, perwakilan dari Yayasan Gerontologi Abiyoso, lansia perlu diberi ruang gerak agar dapat tak mengalami kekerasan.

“Beri mereka kesempatan untuk terlibat kegiatan di komunitas atau ruang bersama lain. Dengan begitu, mereka tidak akan merasa terisolasi dan mengurangi risiko mengalami kekerasan,” ungkapnya.

Memberi ruang gerak juga dapat mengurangi stres di kalangan lansia, sehingga dapat meningkatkan kesehatan fisik dan mengurangi ketergantungan. 

“Jadi, biarkan lansia melakukan kegiatan yang disuka (selama bersifat positif). Jangan memaksa untuk melakukan kegiatan yang tidak disukai karena akan membuat mereka terbebani,“ ujarnya.

Tanggung Jawab Bersama

Farha Ciciek mengingatkan pentingnya pemenuhan hak bagi lansia perempuan, termasuk hak untuk bersuara, bergerak, dan berpendapat.

“Gambaran lansia bagi saya adalah the beautiful sunset of life. Harus ada pemenuhan hak bagi lansia. Hal ini penting sekali. Hak untuk bahagia, bersuara, bergerak dan menafsirkan. Lansia dan anak ada tetapi sering ditiadakan,” katanya.

Menurut Ciciek, untuk memenuhi hak lansia perlu peran dan tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat. Sebab topik seputar lansia tidak hanya mencakup kesehatan, tetapi juga ekonomi dan keamanan, yang membutuhkan sinergi semua pihak. Ia pun berharap media, masyarakat, dan pemerintah, dapat lebih memperhatikan topik seputar lansia, yang selama ini belum banyak dibicarakan.

“[Pemutaran] ini diharapkan dapat membuka diskusi dan refleksi. Sehingga, masyarakat dapat belajar bersama dalam membangun cara pandang yang lebih manusiawi terhadap kelompok rentan, salah satunya lansia perempuan,” ujarnya.

BACA JUGA

76 Days documentary film

Hal Menarik dari film 76 Days

In a special occasion, In-Docs gets an opportunity to talk with the co-director of 76 Days film, Hao Wu. Together with other directors, Hao Wu…