Cinta Falhan

Mohammad Ismail, Fr. Sales Magastowo
Indonesia
16 menit
2021

Sinopsis

Film ini berkisah tentang keluarga Untung, Nesti, dan anak mereka Falhan, dengan beragam difabel. Kita diajak menelusuri keseharian mereka yang penuh kasih, terutama bagaimana Untung dan Nesti membesarkan Falhan, anak dengan autisme, melalui ruang dan momen intim yang sederhana.

Info Tambahan

Pasangan suami-istri, Untung dan Nesti, menyayangi anak laki-laki mereka yang berusia 6 tahun, Falhan. Mereka merawat Falhan tanpa pamrih, meski keduanya memiliki difabel: Untung yang kehilangan satu lengannya karena kecelakaan dan Nesti dengan Cerebral Palsy yang mengharuskannya menggunakan kursi roda. Sekitar 3 tahun lalu Falhan didiagnosis autisme. Keluarga ini bergantung pada bantuan kesehatan pemerintah untuk terapi Falhan, yang sayangnya hanya dapat digunakan hingga sang anak berusia 6 tahun. Saat ini, mereka harus menanggung sendiri biaya terapi tersebut. Untung dan Nesti berusaha memberikan yang terbaik untuk Falhan dengan harapan anak mereka dapat menjadi pribadi yang mandiri dan diterima di masyarakat di kemudian hari.

PROGRAM YANG DIIKUTI

Indonesia Distanced Stories 2020

Pencapaian

Special Screening
KAUM Festival, Berlin
2021
Official Selection - Guest Programmes
Minikino Film Week 7
2021
Short Documentary Finalist
Festival Film Dokumenter
2021
Official Selection - Guest Programmes
Aesthetica Short Film Festival
2021
100% Film Chat: Local Flavours on Short Docs
100% Manusia Film Festival
2021

Tim film

Mohammad Ismail
Sutradara
Ismail merupakan penyandang disabilitas rungu (tuli), yang berprofesi sebagai seorang pembuat film dokumenter sekaligus aktivis untuk SIGAB Indonesia, sebuah organisasi yang mengkampanyekan isu-isu disabilitas dan inklusivitas. Menggeluti perfilman secara otodidak, ia telah memproduksi beberapa karya, seperti Curhat sang Tuna Rungu (2010), Pencari Keadilan (2014), dan Falhan’s Love (2021). Ia merupakan salah satu mentor Festival Film Dokumenter 2019. Saat ini, ia dan rekannya baru saja menyelesaikan film dokumenter, Senandung Senyap, yang mengisahkan dua perempuan tuli dengan latar belakang yang berbeda.
Fr. Sales Magastowo
Sutradara
Magas mulai terjun dalam industri film dokumenter sejak 2013, setelah ia lulus dari Universitas Temple, Pennsylvania dan menjalani pelatihan kerja di Chain Camera Pictures di Los Angeles. Ia telah terlbat dalam berbagai proyek film dokumenter. Magas menikmati peran kerjanya di belakang kamera, mengamati melalui lensa, memilih angle yang tepat untuk merekam cerita. Filmnya, Di Kaliurang (2016) masuk dalam nominasi di Festival Film Indonesia (FFI). Film lainnya, On Ashes (2019) disebut dan mendapat perhatian khusus di Reeloz!, sebuah kompetisi dan festival film Indonesia-Australia.

Tertarik dengan film ini?

Hubungi tim film untuk kolaborasi, distribusi, pemutaran, atau kesempatan lainnya!